Indonesia memimpin inovasi keselamatan bencana: memanfaatkan AI dengan kearifan lokal untuk adaptasi iklim

Pada bulan Juli, Indonesia dilanda banjir besar dan kebakaran hutan di saat bersamaan; dengan banjir di Gorontalo yang berdampak pada lebih dari 36.000 penduduk, tanah longsor akibat hujan lebat di Papua Tengah yang berdampak pada 3.265 orang, dan kebakaran hutan di Aceh, Sumatra Selatan, dan Jawa Timur. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesia mengalami peningkatan 39,39% dalam jumlah bencana alam pada tahun 2023, dengan total 5.940 kejadian dibandingkan dengan 3.544 kejadian pada tahun sebelumnya. Menurut Kepala BNPB, Suharyanto, Indonesia kini mengalami 15-17 bencana setiap harinya.

Bencana terkait iklim telah menjadi semakin sering terjadi dan semakin parah, sehingga menimbulkan tantangan yang signifikan di seluruh negeri. Meskipun peristiwa di atas tidak selalu dapat dicegah, notifikasi bencana dapat secara signifikan mengurangi dampak bencana dengan memungkinkan penduduk dan tim tanggap bencana untuk mengambil tindakan pencegahan yang cepat. Selama bencana, akses ke informasi terbaru sangat penting bagi masyarakat untuk memahami tindakan apa yang dapat dilakukan untuk melindungi diri, keluarga, dan harta benda.

Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) telah menyoroti bahwa telekomunikasi adalah masa depan sistem peringatan bencana. Ketersediaan dan jangkauan jaringan dan layanan seluler yang terus meningkat, memungkinkan untuk menjangkau masyarakat yang berisiko dan memberikan informasi yang dapat ditindaklanjuti. Sehingga, Indonesia sangat tepat untuk mengadopsi sistem peringatan bencana berbasis layanan seluler, dikarenakan lebih dari 80% penduduknya menggunakan ponsel pintar yang terhubung ke internet, dan koneksi seluler yang setara dengan lebih dari 128% dari total populasi.

Saat ini di Indonesia, kemajuan terbaru dalam teknologi geospasial dan kecerdasan buatan (AI), yang dikombinasikan dengan kekuatan pengetahuan lokal, dimanfaatkan untuk memberikan notifikasi dan informasi bencana yang sedang terjadi secara real-time. Pada tanggal 29 Juli 2024, Yayasan Peta Bencana, dengan dukungan dari USAID, meluncurkan layanan notifikasi bencana real-time pertama untuk semua penduduk di seluruh Indonesia. Layanan notifikasi bencana yang tersedia secara gratis untuk semua penduduk melalui platform seperti WhatsApp ini memberikan notifikasi langsung tentang gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi, kebakaran hutan, kabut asap, dan angin kencang, termasuk informasi terkini tentang dampak dari bencana-bencana tersebut yang berubah secara real-time. Notifikasi disesuaikan berdasarkan lokasi geografis, memastikan informasi yang relevan dan terlokalisasi untuk setiap penduduk. Sebagai layanan notifikasi bencana gratis dan real-time pertama di dunia, inovasi ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam memajukan teknologi untuk adaptasi iklim.

Alat-alat pendukung keputusan untuk adaptasi iklim selama ini cenderung memusatkan informasi di ruang kontrol, di mana dasbor hanya diakses oleh sekelompok kecil profesional. Akan tetapi, untuk menghadapi tantangan darurat iklim, setiap penduduk harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam upaya adaptasi yang dipimpin oleh masyarakat. Dengan memanfaatkan jaringan ponsel yang kita semua kantongi, kita dapat memastikan bahwa setiap penduduk mendapat informasi dan siap untuk beradaptasi dengan pola cuaca yang semakin tidak menentu. Layanan ini merupakan tonggak penting dalam upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang juga merupakan Perwakilan Tetap Indonesia untuk Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Dwikorita Karnawati, menekankan bahwa sistem peringatan (notifikasi) bencana harus ditanamkan dan dikomunikasikan dengan cara-cara yang mudah dimengerti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Menurut Dwikorita Karnawati, keberhasilan sistem peringatan bencana dapat diukur dari berkurangnya “kesenjangan” antara informasi dan kemampuan masyarakat untuk bertindak cepat dan tepat. Menurut Dwikorita Karnawati, “Perpaduan antara modernisasi alat dan teknologi serta kearifan lokal dapat menjadi langkah yang efektif untuk meminimalisir dampak bencana yang terjadi di Indonesia.”

Layanan notifikasi bencana Yayasan Peta Bencana mengintegrasikan data dari berbagai sumber, termasuk pengamatan penduduk lokal, memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, untuk memastikan keakuratan, kecepatan, dan relevansi notifikasi bencana. Seiring dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem, kebutuhan untuk meningkatkan sinergi, komunikasi, dan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan menjadi semakin penting. Seperti yang ditekankan oleh Dwikorita Karnawati, sistem peringatan dini harus berisi informasi yang dapat ditindaklanjuti agar efektif. Untuk itu, BMKG dan Yayasan Peta Bencana telah memulai kemitraan yang bisa dicontoh, dimana sistem informasi kebencanaan dari masing-masing organisasi saling melengkapi, mensinergikan kearifan lokal dengan kemajuan teknologi terkini untuk meningkatkan layanan peringatan dini.

Seiring dengan peringatan BMKG untuk mengantisipasi hujan lebat dan potensi banjir di wilayah timur Indonesia dalam beberapa bulan ke depan, dan di wilayah barat Indonesia untuk mengantisipasi kebakaran hutan di puncak musim kemarau, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk memiliki layanan yang memungkinkan semua orang di Indonesia untuk terus mendapatkan informasi terkini agar tetap aman.